Gambar . Penganak
Dalam teknik bermain, maka dua kali pukulan penganak
akan diikuti sekali pukulan gung. Rumus ini berlaku
untuk seluruh permainan gung dan penganak.
Gambar . Cara memainkan penganak.
Penganak biasa digantung di sebuah rak yang sangat
kecil sekali, tetapi biasa dimainkan dengan digantung
di tangan sambil dimainkan oleh satu orang pemain yang
disebut dengan simalu penganak. Namun sekarang ini
pemain gung dan penganak sudah biasa juga dimainkan
oleh satu orang saja. Hal ini semata-mata lebih
bersipat fraktis dan berkaitan dengan pengupahan
(honour), karena sistem pengupahan bagi pemusik
tradisional Karo, upah yang paling kecil adalah
pemain gung dan penganak.
Pada masyarakat Karo, pada jaman dahulu setiap kampung
biasanya terdapat gung dan penganak serta pemainnya.
Jadi bila ada pertunjukan atau upacara adat di satu
kampung pemain gung dan penganak biasanya dipakai
pemain kampung tersebut. Oleh sebab itu masalah honor,
meskipun secara tradisional di atur, namun tidak
begitu penting. Honor tradisional biasanya bagi mereka
adalah hanya beras, sira (garam) serta bagian tertentu
dari daging yang dipotong dalam upacara tersebut.
Namun sekarang pengupahan sudah diberikan dalam bentuk
uang, bahkan lebih modern lagi semua pemain musik
dianggap sama, maka pengupahan antara pemain instrumen
yang satu dengan yang lainnya adalah disamakan.
c. keteng-keteng
Keteng-keteng sebenarnya adalah dapat dikelompokkan
dalam klasifikasi idiofon dan juga kordofon. Oleh
sebab itu lebih khusus tentang instrumen ini dapat
dikatakan ke dalam kelompok idiokordofon, yaitu alat
musik idiofon yang mempunyai senar, dan senarnya itu
sendiri terbuat dari badannya sendiri.
Gambar . Keteng-Keteng
Keteng-keteng terbuat dari satu ruas buluh belin
(bambu betung) dengan panjang lebih kurang 35 – 50 cm,
tergantung panjang ruas bambunya. Pada bagian badan
(ruas) bambu tersebut dicungkil untuk membuat
senarnya, yang terdiri dari dua senar. Cungkilan
tersebut di kencangkan dengan mengganjal dengan kayu.
Kekencangan ukuran antara senar yang satu dengan senar
yang lain adalah disetem berdasrkan kayu pengganjal
tersebut. Meskipun instrumen ini mempunyai nada,
tetapi dalam permainannya instrumen ini lebih bersipat
perkusif. Oleh sebab itu kekencangan talinya diukur
untuk mewakili bunyi instrumen Karo yang lain, suara
senar satu dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu untuk
mewakili bunyi gendang anak (membranophone :
conical-drum) dan bunyi penganak (small gong).
Sedangkan senar yang kedua adalah untuk mewakili bunyi
gung. Oleh sebab itu satu instrumen musik ini
sebenarnya mewakili tiga bunyi instrumen musik Karo,
yaitu gendang anak, gung dan penganak.
Didepan senar kedua di badan bambu biasanya dibuat
lobang resonator, dan di senar dua itu sendiri
dilengketkan bambu persis di atas lobang resonator itu
sendiri untuk menghasilkan suara gung yang erbolo-bolo
seperti yang telah dijelaskan di atas.
d. mangkuk mbentar
e. ketuk
f. kap-kap
g. genggong
3.3.3.2. Kelompok Membranofon
a. gendang anak
b. gendang indung
c. gendang binge
3.3.3.3. Kelompok Aerofon
a. sarune
b. balobat
c. surdam
d. surdam cingkes
e. surdam pingko-pingko
f. surdam tangko kuda
g. balobat pingko-pingko
h. olek-oleh
3.3.3.4. Kelompok Kordofon
a. kulcapi
b. murbab
c. keteng-keteng
3.3.3.5. Kelompok Elektrofon
a. kibot karo
3.3.4. Pak-Pak Dairi
Pada masyarakat Pak-Pak Dairi juga terdapat ensambel
musik yang dikenal dengan genderang sisibah
(drum-chime), yaitu sembilan buah gendang satu sisi
yang diletakkan dalam satu rak yang dipukul dengan
menggunakan stik (pemukul). Genderang ini dipakai
untuk mengiringi upacara-upacara adat yang ada di
Pak-Pak Dairi, melus bulung bulu, melus bulung
sempula, dan melus bulung simburnaik. Didalam ensambel
ini juga terdapat alat musik kalondang (xylophone),
lobat (aerofon, recorder), kecapi dan gong.
Lobat dan serdam (end-blown flute) adalah merupakan
solo instrumen juga walaupun terkadang dipakai juga
dalam ensambel musik. Lobat biasa juga ditiup
seseorang yang melakukan kegiatan merkemenjen (
menyadap getah kemenyan ) serta bernyanyi tentang
keluh kesah kehidupannya. Nyanyian ini disebut dengan
odhong-odhong. Odhong-odhong dinyanyikan diatas pohon,
atau nyanyian rimba. Serdam biasanya dipakai seseorang
untuk melepaskan lelah ketika mermakan (menggembalakan
ternak dipadang rumput).
Disamping alat musik tersebut juga ada ensambel musik
genderang si pitu, yang terdiri dari 7 buah gendang
(drum set) yang diletakkan pada satu rak. Permainan
kalondang biasanya dimainkan dengan melodi yang sama
dengan vokal dengan pukulan gendang yang variatif.
Sejauh ini tradisi musik Pak-Pak Dairi belum banyak
mengalami perubahan-perubahan.
3.3.5. Simalungun
Pada masyarakat Simalungun terdapat sedikitnya dua
buah ensambel musik disamping instrumen-instrumen yang
bersifat solo. Ensambel yang paling besar adalah
gonrang sipitu-pitu, dan ensambel yang paling kecil
adalah gonrang sidua-dua. Gonrang sipitu-pitu dalah
terdiri dari beberapa alat musik yaitu, satu set
gonrang yaitu gendang satu sisi yang terdiri dari
tujuh buah anak yang diletakkan dalam satu rak,
dipukul dengan stik. Gendang ini sebagai pembawa ritem
dan ritem variatif.
Disamping itu sebagai pembawa melodi adalah satu buah
sarune, (aerofon, double reed) dan dua buah gong,
yaitu gong jantan dan gong betina, serta dua dua buah
gong kecil yang disebut dengan mong-mongan. Sarune
yang digunakan adalah terbuat dari kayu, dan ada juga
yang terbuat dari bambu.
Ensambel lainnya adalah gonrang sidua-dua. Ensambel
ini lebih kecil dari gonrang sipitu-pitu. Sebagai
pembawa ritem dalam ensambel ini adalah dua buah
gendang dua sisi yang dipukul dengan stik untuk sisi
sebelah kanan, dan pukulan dengan tangan untuk sebelah
kiri. Sedangkan untuk pembawa melodi dan gong adalah
prinsipnya sama saja.
Instrumen yang lain juga ditemukan di Simalungun
adalah saligung (nose flute), yaitu sejenis flute yang
ditiup dengan hidung. Jatjaulul atau tung-teng
(idiokordo) adalah instrumen yang terbuat dari satu
ruas bambu yang bagian badannya dicungkil sebagai
senar, dan senar ini dipukul dengan dua buah stik.
Alat musik lain adalah husapi (long-neck lute), yaitu
kecapi bertali dua dengan cara dipetik.
Disamping itu juga terdapat beberapa instrumen musik
yang bersifat solo instrumen seperti ingon-ingon
(free-aerofon) yang terbuat dari bambu. Sulim (side
blown flute), yang biasa dimainkan di ladang atau
ketika di ladang. Tulila (aerofon), dan sebagainya.
3.3.6. Angkola/Pesisir
Pada masyarakat Angkola juga ditemukan instrumen musik
yang banyak dipengaruhi dari berbagai etnis, yaitu
minangkabau, melayu, dan Aceh. Dalam tradisional
Angkola juga ditemukan musik seperti zapin, yaitu
musik yang bernuansa ke-Islaman. Juga terdapat jenis
kesenian sikambang dengan menggunakan vokal dan alat
musik pukul gendang seperi frame-drum, seperti gendang
ronggeng, biola, rebab dan ada juga gendang marwas
yang dipukul dengan tangan.
3.3.7. Melayu
Melayu di Sumatera Utara yang paling dikenal adalah
Melayu Deli, walaupun ada juga Melayu Langkat dan
Serdang. Pada prinsipnya tidak ada hal-hal yang amat
berbeda dari Melayu-melayu ini, perbedaan nama
tersebut hanya berdasarkan wilayah tempat tinggal
mereka saja di Sumatera Utara. Hal ini juga berlaku
bagi kesenian mereka yang dikenal disini seperti
ronggeng.
Seperti halnya Melayu di Riau, di Sumatera juga
dikenal teater-teater tradisional Melayu seperti
bangsawan, makyong, menora dan mendu. Teater-teater
ini walaupun sudah jarang kita lihat, tetapi kehadiran
alat-alat musik yang digunakan sebagai pengiring dalam
teater tradisional ini sangat penting dan masih bisa
kita temukan didalam tradisi adat Melayu di Sumatera
Utara. Alat-alat musik yang khas dan yang paling
penting bagi Melayu adalah rebab (alat musik gesek
yang terakhir digantikan oleh biola atau akordeon),
gendang dan gong. Tetapi banyak juga alat-alat musik
lainnya yang dipakai terutama dalam musik-musik yang
dipengaruhi dari luar seperti dari Timur Tengah, pada
tari zapin. Untuk tari ini biasanya dipakai alat-alat
musik seperti gambus (alat musik pengaruh dari Arab,
yaitu sama dengan Ud di Timur Tengah), gendang
ronggeng (membranofon,frame-drum) yang terbuat dari
batang kelapa yang diregangkan dengan kulit lembu;
gendang marwas (frame-drum) yang terdiri dari lebih
tiga buah yang dipukul dengan teknik kolotomik.
Tempo atau irama yang kita temui pada masyarakat
Melayu di Sumatera Utara ini adalah tempo senandung,
yaitu tempo yang paling lambat dengan meter 8 ketuk
dalam satu birama; tempo cekrup atau lagu dua,
patam-patam atau sigubang (yaitu pengaruh dari Karo),
dan tempo mak inang.
Kesenian Melayu yang paling hidup saat ini di
masyarakat adalah ronggeng, yaitu kesenian seni
pertunjukan dengan menampilkan musik dan penari
perempuan. Kesenian ini adalah kesenian sebagai
hiburan.
3.3.8. Nias
Nias dalah merupakan satu-satunya kabupaten di
Sumatera Utara yang berada di pulau tersendiri, yaitu
di sebelah barat Sumatera Utara. Kabupaten ini
beribukota Gunung Sitoli. Dipulau Nias terdapat
peninggalan-peninggalan kebudayaan megalitik, yaitu
kebudayaan batu dengan di temukannya beberapa meja
batu disana, seperti menhir dan dolmen.
Kesenian Nias yang paling diketahui disamping adanya
juga instrumen-instrumen musik adalah hoho. Hoho dapat
dianggap sebagai kesenian Nias, didalam hoho terdapat
tarian, musik dan syair. Para pemainnya biasanya
semuanya laki-laki dengan melompat membawa perisai dan
pedang seperti mau perang. Nyanyian dan
gerakan-gerakannya dipimpin oleh seorang pemimpin
dengan teknik bernyanyi responsoria antiponal, yaitu
seorang pemimpin dilawan oleh kelompoknya. Disamping
itu juga ada sebuah instrumen musik yang dikenal
dengan nama nduridana yang terbuat dari bambu yang
mempunyai lubang di badannya. Nduridana dimainkan
dengan mengguncang alat tersebut layaknyta seperti
rattle. Disamping itu juga terdapat instrumen musik
yang terbuat dari gendang. Yaitu gendang dua sisi
yang disebut dengan dol.
3.4. Penutup
Secara detail inpormasi ini memang dirasakan kurang
lengkap, karena menyangkut banyak etnis didalamnya.
Tetapi diharapkan inpormasi ini dapat memberikan
gambaran umum sebagai pengantar untuk mengenal
jenis-jenis kesenian yang terdapat di Sumatera Utara.
Kesenian-kesenian di Sumatera Utara masih banyak yang
belum tercover disini seperti kesenian etnik Tionghoa,
Tamil (Hindustan) di sekitar kampung Keling dan
pinggiran kota Medan, kesenian orang Jawa yang dulu
dikenal dengan jakon (Jawa Kontrak), kemudian menjadi
Jadel (Jawa Deli) Sekarang ini nama Jaw ini menjadi
Pujakesuma (Putra jawa Kelahiran Sumatera) yang
tinggal di hampir tiap kabupaten di Sumatera Utara,
diperkebunan-perkebunan karet, kelapa sawit dan
sebagainya.
Sekarang ini ada satu seni yang tumbuh subur di
Sumatera Utara, yaitu kesenian dengan menggunakan alat
musik program, yaitu seperti organ tunggal yang
diprogram sehingga dapat menirukan suara dari alat
musik aslinya. Alat-alat musik ini sendiri (di Karo
disebut; gendang kibot), dapat diterima keberadaannya
dan dipakai dalam kontek upacara-upacara adat dan
hiburan, seperi upacara-upacara perkawinan, meresmikan
rumah baru, hiburan mudas-mudi dan sebagainya. Hal ini
merupakan pertumbuhan kesenian yang dapat berdampak
positif dan negatif. Tetapi kita tidak dapat
memungkiri hal ini apabila masyarakat sendiri menerima
sumber: http://xeanexiero.blogspot.com/2007/05/alat-alat-musik-sumatera-utara.html
ALAT-ALAT MUSIK SUMATERA UTARA
06.00 |
Label:
ALAT-ALAT MUSIK SUMATERA UTARA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar